1. Manajemen
Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut UU RI No
20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 51 ayat (1) yang dimaksud dengan
“manajemen berbasis sekolah atau madrasah adalah bentuk otonomi manajemen
pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini sekolah atau madrasah dan
guru di bantu komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.
Istilah
manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “School-based management”. Istilah ini pertama kali muncul di
Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan selevansi pendidikan
dengan tuntutan dari perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma
baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan
masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan
agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana mengalokasikanya
sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan
setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami,
membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan (Mulayasa, 2002: 24).
2. Karakteristik
Manajemen Berbasis Sekolah
Karakterisistik
MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan
kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme
tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan. Selain
dengan itu, berdasarkan pelaksanaan di negara maju bahwa karakteristik dasar
MBS adalah pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat
dan orang tua siswa yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan
profesional, serta adanya team work yang tinggi dan profesional (Mulyasa, 2002
: 35-36).
3. Tujuan
Manajemen Berbasis Sekolah
MBS bertujuan
memberdayakan sekolah, terutama sumber daya manusia melalui pemberian
kewenangan, fleksibilitas sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang
dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan. Tujuan utama penerapan penerapan MBS
adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan meningkatkan relevansi
pendidikan di sekolah, dengan adanya wewenang yang lebih besar dan lebih luas
bagi sekolah untuk mengelola urusanya sendiri.
Manajemen
berbasis sekolah merupakan salah satu upaa pemerintah untuk mencapai keunggulan
masyarakat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bangsa yang
beragama dan berbudaya. Manajemen berbasis sekolah bertujuan agar otonomi
sekolah dan partisipasi masyarakat atau local stakeholders mempunyai keterlibatan yang tinggi, dan setiap unsur
akan dapat berperan dalam meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan
kesempatan pendidikan (Fatah, 2004: 12).
Menurut Mulyasa
(2002: 25) bahwa tujuan manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk meningkatkan
efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. MBS memberikan peluang kepada guru
dan kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan persekolahan menjadi lebih
efektif karena adanya partisipasi dan rasa kepemilikan dan keterlibatan yang
tinggi dalam membuat keputusan. Dengan demikian rasa kepemilikan mereka
terhadap sekolah menjadi lebih tinggi, yang pada giliranya akan menimbulkan
sikap positif dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada untuk dapat
meningkatkan kualitas proses dan keluaran pendidikan.
Secara lebih
khusus, tujuan manajemen berbasis sekolah memiliki tujuan sebagai berikut: (1)
meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam
mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia, (2) meningkatlan
kepedulian warga seolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui
penambilan keputusan bersama, (3) meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada
orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah, (4) meningkatkan
kompetisi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang
diharapkan, (5) memberdayakan potensi sekolah yang ada agar menghasilkan
lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Dengan demikian,
MBS merubah sistem pengambilan keputusan dan pengelolan ke setiap kelompok yang
berkepentingan di setiap lokasi penyelenggaraan pendidikan dan diharapkan
setiap sekolah dapat melakukan perbaikan mutu yang berkelanjutan dan memiliki
kemandirian sehingga dapat lebih akuntebel.
4. Manajemen
Komponen-komponen Sekolah
Manajemen
Sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen
pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga merupakan
ruang lingkup dan bidang kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen
pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas dari pada manajemen sekolah.
Dengan perkataan lain, manajemen sekolah merupakan bagian dari manajeman
pendidikan, atau penerapan manajeman pendidikan dalam organisasi sekolah
sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku.
Hal yang paling
penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah manajemen terhadap
komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen
sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu :
4.1 Manajemen Kurikulum
Kurikulum ialah
suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman
belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematik atas
dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran
bagi tenaga kependidikan dan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan (Dakir,
2004: 3).
Manajemen
kurikulum dan program pengajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan,
dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada
umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat.
Oleh karena itu, sekolah bertugas dan berwewenang untuk mengembangkan kurikulum
muatan lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan setempat.
Untuk menjamin
efektifitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala
sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru-guru harus
menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam program
tahunan, catur wulan dan bulanan. Adapun program mingguan atau program satuan
pelajaran wajib dikembangkan guru sebelum melakukan kegiatan belajar-mengajar (Mulyasa,
2002: 40-41).
4.2 Manajemen Tenaga Kependidikan
Keberhasilan MBS
sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinanya dalam mengelola tenaga
kependidikan yang tersedia di sekolah. Dalam hal ini peningkatan perilaku
manusia di tempat kerja melalui aplikasi konsep dan teknik manajemen personalia
moderen.
Manajemen tenaga
kependidikan (guru dan personil) mencakup: (1) perencanaan pegawai, (2)
pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan
mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, dan (7) penilaian pegawai.
Semua itu perlu dilakukan dengan baik dan benar agar apa yang diharapkan
tercapai, yakni tersedianya tenaga kependidikan yang diperlukan dengan
kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan
baik dan berkualitas (Mulyasa, 2002: 42).
Dalam UU Guru
dan Dosen pasal 20 ayat (1) di jelaskan, bahwa dalam melaksanakan tugas
keprofesionalan, guru berkewajiban merancanakan pembelajaran, melaksanakan
proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil
pembelajaran.
4.3 Manajemen Kesiswaan
Manajemen
kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan
dengan siswa, mulai masuk sampai dengan keluarnya siswa tersebut dari suatu
sekolah.
Manajemen
kesiswaan bertujuan mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar
kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur,
serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan utama yang
harus diperhatikan, yaitu penerimaan siswa baru, kegiatan kemajuan belajar,
serta bimbingan dan pembinaan disiplin (Mulyasa, 2002: 46).
4.4 Manajemen Keuangan dan Pembiayaan
Keuangan dan
pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang
efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa
lagi dalam implentasi MBS, yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan,
melaksanakan, dan engevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana
secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah (Mulyasa, 2002: 47).
4.5 Manajeman Sarana dan Prasarana Pendidikan
Manajemen sarana
dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana
pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada
jalanya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan
perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan
serta penataan (Mulyasa, 2002: 49).
4.6 Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Sekolah dan
masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah
atau pendidikan secara efektif. Sebaliknya sekolah juga harus menunjang
pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan.
Hubungan sekolah
dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk: (1) memajukan kualitas pembelajaran,
dan pertumbuhan anak, (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup
dan penghidupan masyarakat, dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin
hubungan dengan sekolah (Mulyasa, 2002: 50).
4.7 Layanan Khusus
Manajemen
layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan
sekolah. Manajemen komponen-komponen tersebut merupakan bagian penting dari MBS
yang efektif dan efisien.
Perpustakaan
yang lengkap dan dikelola dengan baik memungkinkan siswa untuk lebih
mengembangkan dan mendalami pengetahuan yang diperolehnya di kelas melalui
belajar mandiri, baik pada waktu-waktu kosong di sekolah maupun di rumah.
Manajemen
layanan khusus lain adalah layanan kesehatan dan keamanan. Sekolah sebagai
satuan pendidikan yang bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan proses
pembelajaran, tidak hanya bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan, ketrampilan,
dan sikap saja, tetapi harus menjaga dan meningkatkan kesehatan jasmani dan
rohani siswa. Di samping itu, sekolah juga memberikan pelayanan keamanan kepada
siswa dan para pegawai yang ada di sekolah agar dapat belajar dan melaksanakan
tugas dengan tenang dan nyaman (Mulyasa, 2002: 52-53).
5. Manfaat
Manajemen Berbasis Sekolah
Keleluasaan sekolah dalam
mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi
meningkatkan mutu sekolah merupakan karakteristik manajemen berbasis sekolah
(MBS). Selanjutnya SBM datap menjamin partisipasi personel sekolah, orang tua,
siswa, dan masyarakat yang lebih luas perumusan-perumusan keputusan tentang
pendidikan di sekolah. Dan pada akhirnya dapat mendukung efektifitas dalam
mencapai tujuan sekolah. Secara umum, manfaat yang bisa diraih dalam melaksanakan
MBS antara lain, (1) Sekolah dapat mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia
untuk memajukan sekolah, karena lebih mengetahui peta kekuatan, kelemahan,
peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi, (2) sekolah lebih mengetahui
kebutuhan lembaganya, khususnya input
dan output pendidikan yang akan
dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat
perkembangan dan kebutuhan siswa, (3) pengambilan keputusan partisipatif yang
dilakukan dapat memenuhi kebutuhan sekolah, karena sekolah lebih tau apa yang
terbaik bagi sekolahnya, (4) penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien
dan efektif bilamana masyarakat turut serta mengawasi, (5) keterlibatan warga
sekolah dalam pengambilan keputusan menciptakan transparasi dan demokrasi yang
sehat, (6) sekolah bertanggungjawab tentang mutu pendidikan di sekolahnya
kepada pemerintah, orang tua, siswa dan masyarakat, (7) sekolah dapat bersaing
dengan sehat untuk meningkatkan mutu pendidikan, (8) sekolah dapat merespon
aspirasi masyarakat yang dinamis dengan pendekatan kolaboratif.
6. Model
MBS Ideal
Menurut Lawler (1986)
keterlibatan tinggi dalam manajemen di sektor swasta menyangkut empat hal,
yaitu: informasi, penghargaan, pengetahuan dan kekuasaaan. Informasi memungkinkan para individu
berpartisipasi dan mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memahami
lingkungan organisasi, strategi, sistem kerja, persyaratan kerja dan tingkat
kerja. Pengetahuan dan keterampilan diperlukan untuk meningkatkan kinerja
pekerjaan dan kontribusi efektif atas kesuksesan organisasi. Penghargaan untuk
menyatukan kepentingan pribadi karyawan dengan keberhasilan organisasi. Secara
tradisional empat hal tersebut. Kekuasaan diperlukan untuk mempengaruhi proses
kerja, prekatek keorganisasian, kebijakan dan strategi. Dalam MBS menggambarkan
pertukaran dua
arah dalam empat hal tersebut. Alur dua arah memberikan pengaruh yang saling
menguntungkan secara terus-menerus antara pemerintah daerah dengan sekolah dan
sebaliknya (Nurkolis, 2003: 110). Alur dua arah tersebut dapat digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 2.1 Alur Dua Arah Manajemen Berbasis
Sekolah
Gagasan lain tentang MBS
yang ideal adalah menerapkan pada keseluruhan aspek pendidikan melalui
pendekatan sistem. Konsep ini didasarkan pada pendekatan manajemen sebagai
suatu sistem (Pidarta, 2004: 23). Seperti model ideal yang dikembangkan oleh
Slamet P.H terdiri dari output, proses dan input (Nurkolis, 2003: 111). Output
sekolah diukur dengan kinerja sekolah, yaitu pencapaian atau prestasi yang
dihasilkan oleh proses sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari efektivitas,
kualitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, moral kerja. Proses sekolah adalah
proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, dan
belajar-mengajar. Input sekolah antara lain visi, misi, tujuan, sasaran, struktur
organisasi, input manajemen, input sumber daya. Model MBS ideal tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
7. Indikator
Keberhasilan Implementasi MBS
Menurut Wahyudi (2010) dalam jurnal yang berjudul Implementasi
Manajemen Berbasis Sekolah dalam Rangka Desentralisasi Pendidikan menyebutkan
indikator keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah dapat dilihat
dari indikasi-indikasi sebagai berikut: (1) orientasi ke arah efektifitas
proses pembelajaran tercermin dalam apresiasi guru terhadap pengembangan
kurikulum dan implikasinya, kreativitas guru dalam aplikasi model pembelajaran
dan teknologi pembelajaran, (2) kepemimpinan sekolah yang efektif, kepala
sekolah memiliki peran penting dalam merealisasikan MBS, terutama dalam
mengkoordinasikan, menggerakkan sumberdaya pendidikan yang tersedia, dan
memadukan dukungan pihak-pihak pemangku kepentingan. Kepemimpinan sekolah
merupakan salah satu faktor yang dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran
sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara sistematis dan
terencana, (3) pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan secara berdaya
guna, mengingat guru merupakan salah satu faktor dominan dalam pencapaian
keberhasilan pendidikan di sekolah. Kepala sekolah mampu menciptakan suasana
kerja yang kondusif yang memungkinkan para guru dapat tumbuh kemampuan
profesionalnya, (4) sekolah memiliki budaya mutu, yaitu kebutuhan untuk
melakukan perbaikan secara berkelanjutan, kolaborasi menjadi dasar pengambilan
keputusan dan perbaikan proses pembelajaran, personil sekolah merasa memiliki sekolah,
(5) sekolah memiliki kemandirian, artinya sekolah mampu mengambilkan keputusan
untuk melakukan perbaikan tanpa dipengaruhi oleh pihak luar yang tidak
mengetahui masalah dan kenutuhan sekolah, (6) partisipasi warga sekolah dan
masyarakat tinggi, dengan suatu asumsi bahwa makin tinggi tingkat partisipasi,
makin besar pula tanggungjawab dan rasa memilkiki terhadap sekolah, (7) sekolah
semakin transparan, keterbukaan ditunjukkan kepada masyarakat dalam pengambilan
putusan, penggunaan uang, ketercapaian program sekolah, (8) sekolah responsif
terhadap kebutuhan, maknanya sekolah tanggap terhadap aspirasi yang muncul bagi
peningkatan mutu. Bahkan sekolah mampu menyesuaikan terhadap perubahan dan
dinamika yang terjadi pada masa kini dan masa mendatang, (9) sekolah mempunyai
akuntabilitas, yaitu pertanggungjawaban pihak sekolah terhadap pencapaian
program yang telah dilaksanakan kepada pemerintah dan utamanya kepada masyarakat
selaku pemangku kepentingan, (10) keputusan warga sekolah, kepuasan (satisfaction) dapat dicapai apabila
warga sekolah diberi kewenangan, tanggungjawab, dan kepercayaan untuk
melaksanakan tugas-tugas sekolah. Perasaan senga, bahagia tercermin dalam perilaku
kerja yang giat, tekun dan motivasi yang tinggi.
Daftar Pustaka
Dakir. 2004. Perencanaan dan
Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Fattah,
N. 2004. Konsep Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Andira.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen
Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis
Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
Wahyudi.
2010. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (School-Based Management) dalam Rangka Desentralisasi Pendidikan. IP, FKIP, Universitas Tanjungpura. 23
(1): 4-5 (diunduh tanggal 14 Februari 2015).