Wednesday, 27 April 2016

Manajemen Berbasis Sekolah

1.  Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Menurut UU RI No 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS pasal 51 ayat (1) yang dimaksud dengan “manajemen berbasis sekolah atau madrasah adalah bentuk otonomi manajemen pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini sekolah atau madrasah dan guru di bantu komite sekolah atau madrasah dalam mengelola kegiatan pendidikan.
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari “School-based management”. Istilah ini pertama kali muncul di Amerika Serikat ketika masyarakat mulai mempertanyakan selevansi pendidikan dengan tuntutan dari perkembangan masyarakat setempat. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan otonomi luas pada tingkat sekolah (pelibatan masyarakat) dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional. Otonomi diberikan agar sekolah leluasa mengelola sumber daya dan sumber dana mengalokasikanya sesuai dengan prioritas kebutuhan, serta lebih tanggap terhadap kebutuhan setempat. Pelibatan masyarakat dimaksudkan agar mereka lebih memahami, membantu, dan mengontrol pengelolaan pendidikan (Mulayasa, 2002: 24).
2.  Karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah
Karakterisistik MBS bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dapat mengoptimalkan kinerjanya, proses pembelajaran, pengelolaan sumber belajar, profesionalisme tenaga kependidikan, serta sistem administrasi secara keseluruhan. Selain dengan itu, berdasarkan pelaksanaan di negara maju bahwa karakteristik dasar MBS adalah pemberian otonomi yang luas kepada sekolah, partisipasi masyarakat dan orang tua siswa yang tinggi, kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya team work yang tinggi dan profesional (Mulyasa, 2002 : 35-36).
3.  Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah
MBS bertujuan memberdayakan sekolah, terutama sumber daya manusia melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan. Tujuan utama penerapan penerapan MBS adalah untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan dan meningkatkan relevansi pendidikan di sekolah, dengan adanya wewenang yang lebih besar dan lebih luas bagi sekolah untuk mengelola urusanya sendiri.
Manajemen berbasis sekolah merupakan salah satu upaa pemerintah untuk mencapai keunggulan masyarakat dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai bangsa yang beragama dan berbudaya. Manajemen berbasis sekolah bertujuan agar otonomi sekolah dan partisipasi masyarakat atau local stakeholders mempunyai keterlibatan yang tinggi, dan setiap unsur akan dapat berperan dalam meningkatkan mutu, efisiensi dan pemerataan kesempatan pendidikan (Fatah, 2004: 12).
Menurut Mulyasa (2002: 25) bahwa tujuan manajemen berbasis sekolah (MBS) untuk meningkatkan efisiensi, mutu, dan pemerataan pendidikan. MBS memberikan peluang kepada guru dan kepala sekolah dalam mengelola satuan pendidikan persekolahan menjadi lebih efektif karena adanya partisipasi dan rasa kepemilikan dan keterlibatan yang tinggi dalam membuat keputusan. Dengan demikian rasa kepemilikan mereka terhadap sekolah menjadi lebih tinggi, yang pada giliranya akan menimbulkan sikap positif dalam memanfaatkan sumber-sumber daya yang ada untuk dapat meningkatkan kualitas proses dan keluaran pendidikan.
Secara lebih khusus, tujuan manajemen berbasis sekolah memiliki tujuan sebagai berikut: (1) meningkatkan mutu pendidikan melalui kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia, (2) meningkatlan kepedulian warga seolah dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui penambilan keputusan bersama, (3) meningkatkan tanggung jawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolah, (4) meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah untuk pencapaian mutu pendidikan yang diharapkan, (5) memberdayakan potensi sekolah yang ada agar menghasilkan lulusan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat.
Dengan demikian, MBS merubah sistem pengambilan keputusan dan pengelolan ke setiap kelompok yang berkepentingan di setiap lokasi penyelenggaraan pendidikan dan diharapkan setiap sekolah dapat melakukan perbaikan mutu yang berkelanjutan dan memiliki kemandirian sehingga dapat lebih akuntebel.
4. Manajemen Komponen-komponen Sekolah
Manajemen Sekolah pada hakikatnya mempunyai pengertian yang hampir sama dengan manajemen pendidikan. Ruang lingkup dan bidang kajian manajemen sekolah juga merupakan ruang lingkup dan bidang kajian manajemen pendidikan. Namun demikian, manajemen pendidikan mempunyai jangkauan yang lebih luas dari pada manajemen sekolah. Dengan perkataan lain, manajemen sekolah merupakan bagian dari manajeman pendidikan, atau penerapan manajeman pendidikan dalam organisasi sekolah sebagai salah satu komponen dari sistem pendidikan yang berlaku.
Hal yang paling penting dalam implementasi manajemen berbasis sekolah adalah manajemen terhadap komponen-komponen sekolah itu sendiri. Sedikitnya terdapat tujuh komponen sekolah yang harus dikelola dengan baik dalam rangka MBS, yaitu :
4.1 Manajemen Kurikulum
Kurikulum ialah suatu program pendidikan yang berisikan berbagai bahan ajar dan pengalaman belajar yang diprogramkan, direncanakan dan dirancangkan secara sistematik atas dasar norma-norma yang berlaku yang dijadikan pedoman dalam proses pembelajaran bagi tenaga kependidikan dan siswa untuk mencapai tujuan pendidikan (Dakir, 2004: 3).
Manajemen kurikulum dan program pengajaran mencakup kegiatan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian kurikulum. Perencanaan dan pengembangan kurikulum nasional pada umumnya telah dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional pada tingkat pusat. Oleh karena itu, sekolah bertugas dan berwewenang untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan lingkungan setempat.
Untuk menjamin efektifitas pengembangan kurikulum dan program pengajaran dalam MBS, kepala sekolah sebagai pengelola program pengajaran bersama dengan guru-guru harus menjabarkan isi kurikulum secara lebih rinci dan operasional ke dalam program tahunan, catur wulan dan bulanan. Adapun program mingguan atau program satuan pelajaran wajib dikembangkan guru sebelum melakukan kegiatan belajar-mengajar (Mulyasa, 2002: 40-41).
4.2  Manajemen Tenaga Kependidikan
Keberhasilan MBS sangat ditentukan oleh keberhasilan pimpinanya dalam mengelola tenaga kependidikan yang tersedia di sekolah. Dalam hal ini peningkatan perilaku manusia di tempat kerja melalui aplikasi konsep dan teknik manajemen personalia moderen.
Manajemen tenaga kependidikan (guru dan personil) mencakup: (1) perencanaan pegawai, (2) pengadaan pegawai, (3) pembinaan dan pengembangan pegawai, (4) promosi dan mutasi, (5) pemberhentian pegawai, (6) kompensasi, dan (7) penilaian pegawai. Semua itu perlu dilakukan dengan baik dan benar agar apa yang diharapkan tercapai, yakni tersedianya tenaga kependidikan yang diperlukan dengan kualifikasi dan kemampuan yang sesuai serta dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan berkualitas (Mulyasa, 2002: 42).
Dalam UU Guru dan Dosen pasal 20 ayat (1) di jelaskan, bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalan, guru berkewajiban merancanakan pembelajaran, melaksanakan proses pembelajaran yang bermutu, serta menilai dan mengevaluasi hasil pembelajaran.
4.3 Manajemen Kesiswaan
Manajemen kesiswaan adalah penataan dan pengaturan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan siswa, mulai masuk sampai dengan keluarnya siswa tersebut dari suatu sekolah.
Manajemen kesiswaan bertujuan mengatur berbagai kegiatan dalam bidang kesiswaan agar kegiatan pembelajaran di sekolah dapat berjalan lancar, tertib dan teratur, serta mencapai tujuan pendidikan sekolah. Untuk mewujudkan tujuan utama yang harus diperhatikan, yaitu penerimaan siswa baru, kegiatan kemajuan belajar, serta bimbingan dan pembinaan disiplin (Mulyasa, 2002: 46).
4.4  Manajemen Keuangan dan Pembiayaan
Keuangan dan pembiayaan merupakan salah satu sumber daya yang secara langsung menunjang efektifitas dan efisiensi pengelolaan pendidikan. Hal tersebut lebih terasa lagi dalam implentasi MBS, yang menuntut kemampuan sekolah untuk merencanakan, melaksanakan, dan engevaluasi serta mempertanggungjawabkan pengelolaan dana secara transparan kepada masyarakat dan pemerintah (Mulyasa, 2002: 47).
4.5 Manajeman Sarana dan Prasarana Pendidikan
Manajemen sarana dan prasarana pendidikan bertugas mengatur dan menjaga sarana dan prasarana pendidikan agar dapat memberikan kontribusi secara optimal dan berarti pada jalanya proses pendidikan. Kegiatan pengelolaan ini meliputi kegiatan perencanaan, pengadaan, pengawasan, penyimpanan inventarisasi, dan penghapusan serta penataan (Mulyasa, 2002: 49).
4.6 Manajemen Hubungan Sekolah dengan Masyarakat
Sekolah dan masyarakat memiliki hubungan yang sangat erat dalam mencapai tujuan sekolah atau pendidikan secara efektif. Sebaliknya sekolah juga harus menunjang pencapaian tujuan atau pemenuhan kebutuhan masyarakat, khususnya kebutuhan pendidikan.
Hubungan sekolah dengan masyarakat bertujuan antara lain untuk: (1) memajukan kualitas pembelajaran, dan pertumbuhan anak, (2) memperkokoh tujuan serta meningkatkan kualitas hidup dan penghidupan masyarakat, dan (3) menggairahkan masyarakat untuk menjalin hubungan dengan sekolah (Mulyasa, 2002: 50).
4.7  Layanan Khusus
Manajemen layanan khusus meliputi manajemen perpustakaan, kesehatan, dan keamanan sekolah. Manajemen komponen-komponen tersebut merupakan bagian penting dari MBS yang efektif dan efisien.
Perpustakaan yang lengkap dan dikelola dengan baik memungkinkan siswa untuk lebih mengembangkan dan mendalami pengetahuan yang diperolehnya di kelas melalui belajar mandiri, baik pada waktu-waktu kosong di sekolah maupun di rumah.
Manajemen layanan khusus lain adalah layanan kesehatan dan keamanan. Sekolah sebagai satuan pendidikan yang bertugas dan bertanggung jawab melaksanakan proses pembelajaran, tidak hanya bertugas mengembangkan ilmu pengetahuan, ketrampilan, dan sikap saja, tetapi harus menjaga dan meningkatkan kesehatan jasmani dan rohani siswa. Di samping itu, sekolah juga memberikan pelayanan keamanan kepada siswa dan para pegawai yang ada di sekolah agar dapat belajar dan melaksanakan tugas dengan tenang dan nyaman (Mulyasa, 2002: 52-53).
5. Manfaat Manajemen Berbasis Sekolah
Keleluasaan sekolah dalam mengelola sumberdaya dan dalam menyertakan masyarakat untuk berpartisipasi meningkatkan mutu sekolah merupakan karakteristik manajemen berbasis sekolah (MBS). Selanjutnya SBM datap menjamin partisipasi personel sekolah, orang tua, siswa, dan masyarakat yang lebih luas perumusan-perumusan keputusan tentang pendidikan di sekolah. Dan pada akhirnya dapat mendukung efektifitas dalam mencapai tujuan sekolah. Secara umum, manfaat yang bisa diraih dalam melaksanakan MBS antara lain, (1) Sekolah dapat mengoptimalkan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolah, karena lebih mengetahui peta kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman yang mungkin dihadapi, (2) sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input dan output pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan siswa, (3) pengambilan keputusan partisipatif yang dilakukan dapat memenuhi kebutuhan sekolah, karena sekolah lebih tau apa yang terbaik bagi sekolahnya, (4) penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana masyarakat turut serta mengawasi, (5) keterlibatan warga sekolah dalam pengambilan keputusan menciptakan transparasi dan demokrasi yang sehat, (6) sekolah bertanggungjawab tentang mutu pendidikan di sekolahnya kepada pemerintah, orang tua, siswa dan masyarakat, (7) sekolah dapat bersaing dengan sehat untuk meningkatkan mutu pendidikan, (8) sekolah dapat merespon aspirasi masyarakat yang dinamis dengan pendekatan kolaboratif.
6. Model MBS Ideal
Menurut Lawler (1986) keterlibatan tinggi dalam manajemen di sektor swasta menyangkut empat hal, yaitu: informasi, penghargaan, pengetahuan dan kekuasaaan.  Informasi memungkinkan para individu berpartisipasi dan mempengaruhi pengambilan keputusan dengan memahami lingkungan organisasi, strategi, sistem kerja, persyaratan kerja dan tingkat kerja. Pengetahuan dan keterampilan diperlukan untuk meningkatkan kinerja pekerjaan dan kontribusi efektif atas kesuksesan organisasi. Penghargaan untuk menyatukan kepentingan pribadi karyawan dengan keberhasilan organisasi. Secara tradisional empat hal tersebut. Kekuasaan diperlukan untuk mempengaruhi proses kerja, prekatek keorganisasian, kebijakan dan strategi. Dalam MBS menggambarkan pertukaran dua arah dalam empat hal tersebut. Alur dua arah memberikan pengaruh yang saling menguntungkan secara terus-menerus antara pemerintah daerah dengan sekolah dan sebaliknya (Nurkolis, 2003: 110). Alur dua arah tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Alur Dua Arah Manajemen Berbasis Sekolah

Gagasan lain tentang MBS yang ideal adalah menerapkan pada keseluruhan aspek pendidikan melalui pendekatan sistem. Konsep ini didasarkan pada pendekatan manajemen sebagai suatu sistem (Pidarta, 2004: 23). Seperti model ideal yang dikembangkan oleh Slamet P.H terdiri dari output, proses dan input (Nurkolis, 2003: 111). Output sekolah diukur dengan kinerja sekolah, yaitu pencapaian atau prestasi yang dihasilkan oleh proses sekolah. Kinerja sekolah dapat diukur dari efektivitas, kualitas, produktivitas, efisiensi, inovasi, moral kerja. Proses sekolah adalah proses pengambilan keputusan, pengelolaan kelembagaan, pengelolaan program, dan belajar-mengajar. Input sekolah antara lain visi, misi, tujuan, sasaran, struktur organisasi, input manajemen, input sumber daya. Model MBS ideal tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Model MBS Ideal
7. Indikator Keberhasilan Implementasi MBS
Menurut Wahyudi (2010) dalam jurnal yang berjudul Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah dalam Rangka Desentralisasi Pendidikan menyebutkan indikator keberhasilan implementasi manajemen berbasis sekolah dapat dilihat dari indikasi-indikasi sebagai berikut: (1) orientasi ke arah efektifitas proses pembelajaran tercermin dalam apresiasi guru terhadap pengembangan kurikulum dan implikasinya, kreativitas guru dalam aplikasi model pembelajaran dan teknologi pembelajaran, (2) kepemimpinan sekolah yang efektif, kepala sekolah memiliki peran penting dalam merealisasikan MBS, terutama dalam mengkoordinasikan, menggerakkan sumberdaya pendidikan yang tersedia, dan memadukan dukungan pihak-pihak pemangku kepentingan. Kepemimpinan sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolah melalui program-program yang dilaksanakan secara sistematis dan terencana, (3) pengelolaan tenaga pendidik dan kependidikan secara berdaya guna, mengingat guru merupakan salah satu faktor dominan dalam pencapaian keberhasilan pendidikan di sekolah. Kepala sekolah mampu menciptakan suasana kerja yang kondusif yang memungkinkan para guru dapat tumbuh kemampuan profesionalnya, (4) sekolah memiliki budaya mutu, yaitu kebutuhan untuk melakukan perbaikan secara berkelanjutan, kolaborasi menjadi dasar pengambilan keputusan dan perbaikan proses pembelajaran, personil sekolah merasa memiliki sekolah, (5) sekolah memiliki kemandirian, artinya sekolah mampu mengambilkan keputusan untuk melakukan perbaikan tanpa dipengaruhi oleh pihak luar yang tidak mengetahui masalah dan kenutuhan sekolah, (6) partisipasi warga sekolah dan masyarakat tinggi, dengan suatu asumsi bahwa makin tinggi tingkat partisipasi, makin besar pula tanggungjawab dan rasa memilkiki terhadap sekolah, (7) sekolah semakin transparan, keterbukaan ditunjukkan kepada masyarakat dalam pengambilan putusan, penggunaan uang, ketercapaian program sekolah, (8) sekolah responsif terhadap kebutuhan, maknanya sekolah tanggap terhadap aspirasi yang muncul bagi peningkatan mutu. Bahkan sekolah mampu menyesuaikan terhadap perubahan dan dinamika yang terjadi pada masa kini dan masa mendatang, (9) sekolah mempunyai akuntabilitas, yaitu pertanggungjawaban pihak sekolah terhadap pencapaian program yang telah dilaksanakan kepada pemerintah dan utamanya kepada masyarakat selaku pemangku kepentingan, (10) keputusan warga sekolah, kepuasan (satisfaction) dapat dicapai apabila warga sekolah diberi kewenangan, tanggungjawab, dan kepercayaan untuk melaksanakan tugas-tugas sekolah. Perasaan senga, bahagia tercermin dalam perilaku kerja yang giat, tekun dan motivasi yang tinggi.

Daftar Pustaka

Dakir. 2004. Perencanaan dan Pengembangan Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Fattah, N. 2004. Konsep Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Dewan Sekolah. Bandung: Andira.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi, dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta: Grasindo.
Wahyudi. 2010. Implementasi Manajemen Berbasis Sekolah (School-Based Management) dalam Rangka Desentralisasi Pendidikan. IP, FKIP, Universitas Tanjungpura. 23 (1): 4-5 (diunduh tanggal 14 Februari 2015).

0 comments:

Post a Comment